Minggu, 29 November 2009

Foto Wisuda

Event Tahunan yang Selalu Menguntungkan


Usaha ini pernah dilakoni oleh saya & istri di tahun 2003-2005. Saat itu kami tinggal di sebuah kota kecamatan kecil di Indramayu yang masih jarang studio foto. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan untuk dilakukan di mana pun, tentunya dengan teknik marketing yang bagus. :-)
Modal yang diperlukan:
  1. Perlengkapan Lapangan
    • kamera digital, tidak harus DSLR, saat itu kami pakai kamera poket 3 MP
    • Tripod merk apa saja yang penting kokoh
    • Kain polos berukuran 1,5 m x 2 m, cari bahan yang agak tebal untuk back-drop
    • Lampu sorot, namun jika tidak ada bisa dilakukan di luar ruangan atau gunakan mode slow-sync pada flash. Ada banyak kemungkinan untuk mengatasi kendala yang satu ini
    • bangku atau panggung kecil disesuaikan dengan keperluan
    • Toga, topi wisuda, gulungan sertifikat bersifat opsional, tapi rata-rata konsumen menyukainya. Bisa disewa dari salon atau persewaan
  2. Perlengkapan Editing (bisa sewa di warnet atau rental komputer
    • Komputer saat itu kami masih memakai Pentium 4
    • CD writer
    • CD blank
    • Software Image Editing

  3. Perlengkapan Cetak (bisa di-order atau bekerja sama dengan studio cetak foto terdekat)
    • Printer saat itu kami pakai Canon dengan tinta isi ulang
    • Laminasi press kami pakai yang berukuran A4
    • Photo paper atau Ink-jet paper ukuran A4
    • Laminating sheet sesuai selera
    • Frame sesuai selera

Konsumen kami saat itu cukup banyak, sekolah-sekolah dari TK sampai SMP (anak-anak SMA biasanya membuat panitia sendiri). Harga yang kami tawarkan saat itu adalah Rp 150,000 per anak, dengan paket yang diperoleh setiap anak adalah:
  1. 1 buah foto diri
  2. 1 buah foto bersama orang tua
  3. 1 buah foto bersama sekelas (termasuk wali kelas & kepala sekolah

dengan pendekatan ke panitia lulusan atau kepala sekolah, kita bisa memperoleh 60-100 pelanggan di tiap sekolah. Cukup dengan memberikan foto bersama gratis ukuran A4 yang sudah berbingkai untuk kepala sekolah & para walikelas.
Biaya produksi keseluruhan saat itu hanya sekitar Rp 65.000 per anak. Pada tahun 2003, kami mencetak sendiri foto-foto itu, namun pada tahun 2004 dan 2005, pencetakan kami serahkan ke Studio Foto di Bandung yang kualitasnya tidak diragukan. anggaran biaya produksi memang naik menjadi rp 75.000/ anak (naik Rp 10.000 per anak) tapi kami dapat menghemat tenaga & memepercepat proses karena hanya berkonesentrasi pada pemotretan & editing.
Tantangannya adalah: Foto-foto itu harus selesai dalam waktu maksimal 3 minggu sejak pemotretan dilakukan. Dengan kecepatan proses editing rata-rata proses 16 anak per hari (= 48 foto), biasanya dalam setiap event kami hanya mengambil 3 sekolah saja.
Perhitungan kasarnya:
  • 3 sekolah @80 anak = 240 anak
  • 240 anak = 720 foto untuk diedit
  • Waktu proses editing maksimal 15 hari = 48 foto per hari
  • waktu proses cetak maksimal 5 hari
  • Pendapatan 240 x Rp 150.000 = 36.000.000
  • Biaya produksi 240 x Rp 75.000 = Rp 18.000.000
  • Biaya operasional sekitar Rp 2.000.000
  • Keuntungan bersih Rp 36.000.000 - (Rp 18.000.000 + Rp 2.000.000) = Rp 16.000.000

TipsLakukan survei sebelum pemotretan untuk:
  • Memperoleh ruang yang tepat. sebaiknya aula yang terbuka yang beratap (aula)
  • Lakukan percobaan pemotretan dengan beberapa setting untuk memperoleh setting paling tepat & meminimalisasi proses editing
  • Usahakan cahaya alami datang dari samping
  • Hindari cahaya terang dari belakang (backlight)
  • Gunakan tripod
  • Atur waktu pemotretan dengan guru & kepala sekolah, waktu yang paling pas adalah saat gladi resik (beberapa hari sebelum kelulusan)
  • Atur tahapan pemrosesan dengan jadwal ketat agar tidak menumpuk

Semoga bermanfaat

Photo Retouch

Lebih ke arah Photoshopper tinimbang Fotografer



Bisnis ini dilakoni oleh seorang teman, guru di kota kecamatan Haurgeulis, Indramayu, Jawa Barat. Idenya bermula ketika beliau mengurus KTP di rumah RW dan melihat foto keluarga Pak RW yang mulai memudar dimakan waktu. Ingat pada kesukaan saya bermain Photoshop, beliau menawarkan untuk me-'reparasi' foto Pak RW itu.
Jadilah, dengan sebuah kamera digital poket dia memotret foto itu, lalu di-retouch dengan Photoshop.
Ada 2 tantangan proses retouch ini:
  1. Untuk memotret foto agar diperoleh replika terbaik harus diperhatikan faktor:
    • pencahayaan, sebaiknya jangan menggunakan flash untuk menghindari flare atau pantulan
    • distorsi, terutama jika menggunakan kamera poket, usahakan memberi ruang bebas agak luas di sekeliling foto
    • fokus mungkin perlu memakai mode makro dengan aperture sedang
  2. Batasan retouching sebaiknya dikonsultasikan dengan customer untuk memperoleh kepuasan maksimal
Biaya retouch untuk Pak RW: GRATIS, tapi word of mouth akibat foto yang di-retouch itu cepat menyebar. Bisnis ini makin berkembang, kalau awalnya bersifat reparasi foto lama, kemudian berkembang menjadi rekayasa foto dengan mempertajam, menyasuaikan warna pakaian anatara sepasang suami istri atau kekasih, mengubah background dan sebagainya.
Biaya retouch sangat relatif, tapi menurut beliau berkisar Rp 50.000 (nett, di luar cetak & bingkai) untuk sebuah foto yang dicetak ukuran A4. Dalam seminggu, rata-rata beliau bisa menerima & menyelesaikan 3-4 order. Usaha ini masih bersifat sampingan (beliau masih tetap seorang guru), tapi menurutnya lumayan untuk tambahan pendapatan.
Mau coba?

Cireng Isi & Es Krim Goreng

Modal awalnya Rp 75.000 & Alat Dapur


Ini pengalaman seorang teman di Bandung. Sebut saja namanya Pak Agus (bukan nama sebenarnya), karyawan biasa di perusahaan rekanan Telkom. Beliau saya kenal di forum Entrepreneur University, kelompok yang digagas oleh owner Primagama Group, Purdi E Chandra.


Pak Agus, walaupun tidak punya banyak modal, tetapi memiliki keinginan mandiri yang kuat. Kepeduliannya pada anak-anak penjual cireng yang berjualan hingga malam hari di Bandung juga tinggi. Reaksi kimia antara keinginan untuk maju & kepedulian ini akhirnya bermuara ke kreativitas memberi nilai tambah pada cireng, yaitu dengan mengolahnya menjadi Cireng Isi.


Modal kerjanya hanyalah alat dapur yang sudah ada. Bahannya:

  • Cireng
  • Bahan isi: keju, coklat (meses), kornet, sosis, atau apa saja bergantung kreativitas
  • Minyak goreng

Awalnya Pak Agus & istrinya hanya membuat 100 buah Cireng Isi berbagai rasa dengan modal awal Rp 75.000 dan dititipkan ke beberapa warung selain dijual sendiri di rumah.


Ternyata, makanan murah meriah yang dijual seharga Rp 1500/potong ini diminati & selalu habis. Maka Pak Agus pun semakin berani & serius menjalani usahanya. Beliau menyewa sebuah lapak dengan sistem bagi hasil 80:20, dengan jualan utama Cireng Isi & Es Krim Goreng. Beberapa pedagang lain berkolaborasi memanfaatkan lapak yang sama untuk berjualan Martabak & Kue Pukis. Jadilah lapak itu semacam Pujasera Mini. Tetapi, selain berjualan di lapak itu, pak agus tetap membina penjualan secara kemitraan dengan mensuplai Cireng Isi & Es Krim Goreng ke warung-warung lain yang berminat untuk menjual dengan sistem profit sharing


Harga jualan Pak Agus:

  • Cireng Isi (matang) Rp 1500 (biasa)
  • Cireng Isi (matang) Rp 2500 (besar)
  • Es krim goreng (matang) Rp 3500 (biasa)
  • Es krim goreng (matang) Rp 5000 (besar)
  • Cireng Isi (mentah) Rp 1000 (biasa)
  • Cireng Isi (mentah) Rp 1800 (besar)
  • Es krim goreng (mentah) Rp 2000 (biasa)
  • Es krim goreng (mentah) Rp 3500 (besar)

Cireng Isi & Es Krim Goreng matang dijual langsung ke konsumen sedangkan yang mentah adalah harga jual untuk pedagang/ reseller.
Gambaran keuntungan:
  • Cireng Isi (matang) Rp 800/potong (biasa)
  • Cireng Isi (matang) Rp 1300/potong (besar)
  • Es krim goreng (matang) Rp 2000/potong (biasa)
  • Es krim goreng (matang) Rp 3000/potong (besar)
  • Cireng Isi (mentah) Rp 300/potong (biasa)
  • Cireng Isi (mentah) Rp 600 (besar)
  • Es krim goreng (mentah) Rp 500 (biasa)
  • Es krim goreng (mentah) Rp 1500 (besar)

Pak Agus mulai menyewa lapak di bulan Januari 2009 dan setelah itu saya tidak bertemu lagi dengannya hingga Oktober 2009. Perkembangannya, menurut saya luar biasa. Dengan 2 lapak & lebih dari 20 mitra, omset hariannya berkisar 3,5 s.d 4 juta Rupiah.


Saat bertemu di bulan Oktober itu, Pak Agus masih memberi kesempatan jika ada yang berminat menjadi reseller. Cukup dengan modal lokasi, wajan, kompor & lemari es serta uang Rp 150.000,-, mitra akan mendapat 20 potong Cireng Isi (mentah). 20 potong es krim goreng (mentah) dan 1 banner yang siap digunakan untuk berjualan.